Alhamdulillah, mulai tahun 2025 ini insya Allah akan berdiri Madrasah Aliyah Cendekia (MAC) Utsmaniyah di Jambi. Logo Madrasah Aliyah Cendekia (MAC) adalah konsep Madrasah dengan perpaduan kurikulum Nasional dan Internasional berbasis Boarding School (berasrama). Info lebih lanjut kontak: 0811 531 300 atau 0811 841 200. Logo Madrasah Aliyah Cendekia (MAC) Utsmaniyah Jambi gandeng MAN Insan Cendekia Jambi untuk kerjasama dalam hal mutu dan tata kelola. Logo Breaking News! INISMA Jambi buka Pendaftaran Mahasiswa baru jalur BEASISWA KIP KULIAH. Waktu dan kuota terbatas! Segera hubungi admin INISMA di 0811 7494 600. Logo

Kudeta Pendidikan: Ketika Negara Menginvasi Kampus Swasta

Foto Penulis
Retno Maria Palupi, S.H,. M.Kn*
-
31 Juli 2025
38 kali dibaca

Di tengah semangat reformasi dan demokratisasi, justru tengah berlangsung sebuah ironi besar yang nyaris luput dari sorotan publik: negara bukan hanya lalai melindungi dunia Pendidikan Tinggi Swasta (PTS), tetapi secara aktif menjadi bagian dari kekacauan itu sendiri. Apa yang dialami Yayasan Pendidikan Jambi (YPJ) pendiri dan pengelola sah Universitas Batanghari (Unbari) bukan sekadar kisah sengketa kelembagaan, tetapi cermin dari bagaimana negara bisa menjadi pelaku utama dalam kudeta administratif terhadap lembaga pendidikan independen.

Sejak 2022, YPJ yang memiliki akta pendirian, aset sah, dan legitimasi hukum atas Unbari telah disingkirkan secara paksa dari institusi yang didirikannya sejak puluhan tahun silam. Kantor yayasan ditutup secara sepihak, akses dilarang, bahkan properti milik yayasan diduduki tanpa proses hukum yang sah. Anehnya, meski seluruh dokumen legal menyebutkan bahwa kampus adalah milik dan tanggung jawab YPJ, negara melalui pemerintah provinsi dan Kementerian Pendidikan justru melegitimasi kepemimpinan struktural baru yang tak berasal dari yayasan pendiri.

Puncaknya adalah penunjukan rektor oleh Dirjen Dikti, tanpa melibatkan atau meminta persetujuan dari yayasan yang sah. Hal ini jelas menyalahi prinsip dasar tata kelola Perguruan Tinggi Swasta sebagaimana diatur dalam UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, serta UU Yayasan. Dalam sistem pendidikan yang sehat, yayasan adalah otoritas tertinggi bagi kampus swasta. Tapi dalam kasus ini, yayasan justru diperlakukan seperti “penumpang gelap” dalam rumahnya sendiri.

YPJ telah menempuh seluruh jalur konstitusional menggugat secara perdata, administratif, hingga meminta evaluasi dari lembaga-lembaga negara seperti Ombudsman RI. Bahkan Mahkamah Agung telah menegaskan legalitas kepengurusan YPJ. Namun, semua jalur hukum seolah mandul ketika berhadapan dengan relasi kuasa dan kepentingan birokratik yang didukung oleh kekuatan struktural.
Ini bukan hanya kegagalan hukum, tetapi juga kegagalan etika negara dalam menjaga marwah pendidikan.

Lebih tragis lagi, intervensi ini terjadi secara sistematis dan berlangsung lama tanpa ada evaluasi publik yang memadai. Kampus yang seharusnya menjadi rumah akal sehat, kini justru menjadi medan kuasa yang kotor, tempat pertarungan pengaruh, dan legitimasi semu atas nama stabilitas.

Bagaimana jika praktik ini menjadi preseden nasional? Jika Unbari bisa diambil alih secara sepihak, siapa yang menjamin bahwa kampus-kampus swasta lainnya tidak akan mengalami nasib serupa? Apakah negara berhak, atas dalih konflik, menyusun yayasan tandingan lalu mengukuhkannya sebagai pengelola sah?
Jika jawaban kita “ya”, maka tamatlah otonomi pendidikan tinggi swasta di negeri ini.

Lebih jauh, kita sedang menyaksikan kemunduran demokrasi akademik: ketika pemerintah tidak lagi berdiri sebagai pelindung sistem, melainkan sebagai pemain di arena konflik. Ketika putusan hukum tidak dihormati, dan regulasi digunakan sebagai tameng politik, maka tak ada yang lebih ironis daripada menyaksikan negara sendiri menginjak-injak hukum demi kuasa atas lembaga yang bahkan bukan miliknya.
Ini bukan alarm peringatan biasa. Ini jeritan dari dunia pendidikan yang sedang digusur secara sistemik. Jika kita membiarkannya, maka jangan heran jika besok kampus-kampus swasta lainnya akan menjadi korban berikutnya direbut dengan legalitas semu, dibungkam dengan narasi konflik, dan dikendalikan oleh kekuasaan, bukan oleh ilmu.

Hari ini Universitas Batanghari dirampas. Besok, mungkin kampus Anda. Lalu, di mana kita bisa berharap pada masa depan pendidikan Indonesia yang benar-benar merdeka?

*Penulis adalah Sekretaris Yayasan Pendidikan Jambi (YPJ) dan Dosen Hukum Tata Negara INISMA Jambi

Kategori: Opini
Komentar Pengunjung

Belum ada komentar.

Tinggalkan Komentar
Anda harus login terlebih dahulu untuk mengirim komentar.
Tulis Opini Anda

Ingin berkontribusi dengan opini Anda? Kirimkan tulisan Anda sekarang.

Login untuk Menulis Opini
Syarat Pengiriman
  • Opini asli, bukan hasil plagiat
  • Gunakan bahasa yang sopan
  • Opini akan direview sebelum dipublikasikan