Pada Jumat siang yang terik, Masjid Jami Lueng Bata dipadati jamaah. Di mimbar utama, M. Adib Abdushomad, Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama Kementerian Agama RI, menyampaikan khutbah yang mengangkat tema klasik sekaligus relevan: Meraih Kebahagiaan Dunia dan Akhirat. Banda Aceh (9/5/2024)
Tema itu memang bukan baru. Namun, di tengah kehidupan modern yang serba cepat dan gemerlap, perenungan tentang kebahagiaan justru semakin jarang mendapat ruang. Adib, yang juga akademisi dan tokoh agama, memulai khutbahnya dengan menyentil ironi zaman: manusia yang semakin lengkap fasilitasnya, justru semakin kehilangan arah.
“Dalam Islam,” ujarnya, “kebahagiaan sejati tidak diukur dari materi. Tapi dari sejauh mana kita hidup dalam kerangka ridha Allah.”
Khutbah itu kemudian mengalir ke arah yang lebih praktis. Adib menyebut 11 indikator kebahagiaan yang menurutnya bisa menjadi kompas hidup bagi siapa saja yang ingin seimbang antara dunia dan akhirat. Beberapa di antaranya adalah kemampuan menjaga keseimbangan antara urusan duniawi dan ukhrawi, menjadi pribadi yang bermanfaat bagi sekitar, serta mengingat kematian sebagai cara mendewasakan cara pandang.
“Dunia adalah ladang akhirat,” katanya. “Setiap langkah hidup sebaiknya menjadi investasi spiritual.”
Bukan khutbah yang penuh retorika tinggi. Tapi justru karena kesederhanaan pesannya, khutbah itu menyentuh banyak hati. Seusai salat, beberapa jamaah terlihat mengangguk, menyampaikan terima kasih, bahkan mengajak Adib berdiskusi singkat di halaman masjid. Sebagian berharap Kementerian Agama semakin serius dalam memperkuat pendidikan karakter dan spiritual masyarakat.
Karena pada akhirnya, kebahagiaan yang dicari itu—sebagaimana khutbah tadi—bukan tentang apa yang tampak, tapi tentang apa yang menetap dalam hati.
Tinggalkan Komentar