Pernahkah kau merasa dijauhi, tanpa tahu sebabnya, hingga angin bisik-bisik membawa kabar: ada yang menyebar cerita tak benar tentangmu? Dan yang paling menyakitkan bukan fitnahnya, tapi bahwa mereka yang kau anggap teman justru percaya—tanpa pernah bertanya. Tanpa tabayun.
Tapi jangan biarkan hatimu dikendalikan oleh penilaian mereka. Kehormatanmu tak lahir dari mulut orang lain, tapi dari ketulusanmu menjalani hidup.
Dan jika mereka menjauh hanya karena satu sisi cerita, bersyukurlah. Mungkin itu cara Allah membersihkan lingkaranmu. Pertemanan yang sejati tak tumbang hanya karena desas-desus.
Ingatlah pepatah lama:
“Teman sejati tak butuh penjelasan. Musuh pun tak akan percaya meski kau beri seribu alasan.”
Maka bila ada yang langsung percaya kabar buruk tanpa pernah mencarimu, ucapkan Alhamdulillah—ternyata dia bukan temanmu. Ia hanya penonton yang menunggu adeganmu jatuh, dan saat itu datang, ia bertepuk tangan paling keras.
Sebagaimana bait hikmah yang dinisbatkan kepada Imam Syafi’i:
أَمَا تَرَى الأَسَدَ تُخْشَى وَهِيَ صَامِتَةٌ؟
وَالكَلْبُ يُخْسَى لَعَمْرِي وَهُوَ نَبَّاحُ
“Tidakkah kau lihat, singa ditakuti meski diam?
Sedangkan anjing diusir, demi hidupku, walau menggonggong nyaring.”
Bait ini mengajarkan: diamnya orang mulia bukan kelemahan. Dan suara keras bukan selalu pertanda kebenaran.
Tak semua yang dekat itu benar-benar teman. Kadang mereka tak peduli apakah cerita itu benar atau salah. Mereka diam-diam hanya menunggu dirimu jatuh dan segera menjauh. Itulah kualitas pertemanan mereka.
Tak perlu dijelaskan.
Tak perlu diluruskan kepada yang tak berniat mendengarkan.
Biarkan saja…
Ada yang pergi tanpa perlu dimengerti,
karena persahabatan itu tak lagi berarti,
dan kehadirannya pun tak pernah sungguh menyertai. Tak perlu disimpan di dalam hati.
Tabik,
Mencerahkan
Tinggalkan Komentar