Alhamdulillah, mulai tahun 2025 ini insya Allah akan berdiri Madrasah Aliyah Cendekia (MAC) Utsmaniyah di Jambi. Logo Madrasah Aliyah Cendekia (MAC) adalah konsep Madrasah dengan perpaduan kurikulum Nasional dan Internasional berbasis Boarding School (berasrama). Info lebih lanjut kontak: 0811 531 300 atau 0811 841 200. Logo Madrasah Aliyah Cendekia (MAC) Utsmaniyah Jambi gandeng MAN Insan Cendekia Jambi untuk kerjasama dalam hal mutu dan tata kelola. Logo Breaking News! INISMA Jambi buka Pendaftaran Mahasiswa baru jalur BEASISWA KIP KULIAH. Waktu dan kuota terbatas! Segera hubungi admin INISMA di 0811 7494 600. Logo

Kehilangan dan Janji Langit

22 Juli 2025
Admin
31 kali dibaca
Kehilangan dan Janji Langit

Syekh Mutawalli Asy-Sya’rawi, seorang ulama besar yang dikenal karena keluhuran ilmunya dan kejernihan hatinya, pernah menyampaikan sebuah renungan yang tak sekadar menyentuh, tetapi menggugah kesadaran terdalam: kehilangan bukanlah bencana, melainkan bagian dari desain langit yang ilahiah. Ungkapan ini bukan sekadar pelipur lara bagi mereka yang sedang patah hati atau kehilangan sesuatu yang dicintai. Bukan pula sekadar kalimat manis yang dimaksudkan untuk menenangkan jiwa-jiwa yang retak. Lebih dari itu, Syekh Sya’rawi sedang menyibak tabir takdir, mengajak kita memahami bahwa segala yang pergi dari hidup kita, sejatinya sedang membuka jalan bagi sesuatu yang lebih bermakna.

Dalam hidup, kita sering kali hanya melihat kehilangan dari satu sisi—sisi kesedihan, kekurangan, dan ketidakadilan. Kita menangisi yang hilang tanpa menyadari bahwa mungkin itulah bentuk cinta Allah yang paling rahasia. Kita mempertanyakan keputusan-Nya, padahal keputusan itu tak pernah salah tempat. Allah, dalam keluasan rahmat-Nya, tidak pernah mengambil sesuatu dari hamba-Nya untuk menyakitinya. Sebaliknya, Dia sedang menyiapkan ruang—sebuah kekosongan yang harus ada agar kebaikan yang lebih besar bisa datang mengetuk tanpa hambatan.

Kita ini makhluk yang gemar menggenggam. Kita peluk erat rezeki, jabatan, relasi, bahkan luka, seolah semua itu milik kita yang kekal. Kita lupa bahwa tak ada satu pun yang benar-benar kita miliki. Segala yang ada dalam genggaman hanyalah titipan, dan sewaktu-waktu Sang Pemilik berhak memanggilnya kembali. Tapi kita menolak. Kita mengira yang pergi adalah hukuman, padahal bisa jadi itu adalah bentuk perlindungan. Kita mengira yang hilang adalah kehilangan, padahal bisa jadi itu adalah pemurnian—pembebasan dari sesuatu yang tidak lagi berguna dalam perjalanan hidup kita selanjutnya.

Syekh Sya’rawi mengajak kita untuk melihat kehilangan bukan sebagai akhir, tapi sebagai awal. Sebab hanya ketika hati itu kosong, kita mampu mengisinya kembali dengan sesuatu yang lebih murni. Hanya dalam kehampaan, kita bisa benar-benar mengenal makna cukup. Ketika semua yang semu telah direnggut, barulah kita belajar melihat hakikat. Ketika semua yang fana telah pergi, barulah kita sadar bahwa yang abadi hanya satu: Allah dan janji-Nya.

Dan anehnya, dalam sunyi kehilangan itu, kadang datang sesuatu yang tak kita bayangkan. Bukan karena kita mencarinya, bukan karena kita merencanakannya—tapi karena kita sudah siap menerimanya. Karena ruang itu sudah bersih. Karena hati itu sudah lapang. Maka datanglah ganti, bukan dari arah yang kita duga, bukan dalam bentuk yang kita minta, tapi dalam rupa yang sungguh lebih baik. Di situlah kita belajar bahwa yang terbaik tidak selalu datang dengan aba-aba.

Kehilangan adalah cara Allah mendidik jiwa. Ia memisahkan kita dari hal-hal yang kita anggap penting, agar kita menyadari mana yang sungguh-sungguh penting. Ia membiarkan kita merasa rapuh, agar kita belajar bergantung sepenuhnya pada-Nya. Ia mencabut nikmat, bukan untuk menyiksa, tapi agar kita belajar mensyukuri yang tersisa.

Maka, ketika kehilangan datang mengetuk, jangan buru-buru menolaknya. Jangan tergesa menuduh takdir kejam atau hidup tak adil. Duduklah sejenak. Dengarkan baik-baik apa yang ingin Allah ajarkan. Mungkin saat ini kita belum mengerti. Tapi suatu hari nanti, saat kita memandang ke belakang, kita akan bersyukur bahwa yang dulu hilang—adalah pintu menuju sesuatu yang lebih indah.

Kita tidak diminta untuk tidak sedih. Sedih itu fitrah. Tapi jangan sampai kesedihan itu mengaburkan keyakinan kita bahwa segala yang terjadi, ada dalam skenario terbaik Sang Penulis Takdir. Karena bagi jiwa yang beriman, kehilangan bukanlah akhir, melainkan awal dari keajaiban yang tak terduga.

 

Kategori: Hikmah
Tinggalkan Komentar
Komentar berhasil dikirim!
Komentar Pengunjung
🧑‍🎓
Setia ajie saputra 16 jam yang lalu

La yukallifulla hunafsan illa hus a’ha Allah jga slalu memberi hamba nya ujian berati Allah sayang sama kita setiap ujian kita harus sabar harus lebih giat memohon kepada nya Aamiin ya Allah