Di tengah geliat usaha dan perjuangan Institut Islam Muaro Jambi (INISMA) menuju kampus unggul dan berkarakter, kita menyaksikan pemandangan yang kontras. Ada dosen dan tenaga kependidikan yang semangatnya luar biasa—datang lebih awal, pulang paling akhir, memberikan tenaga, waktu, bahkan hartanya demi kemajuan lembaga ini. Ada yang rela berkorban tanpa banyak bicara, mengajar dengan hati, membimbing dengan cinta, dan berjuang seolah INISMA ini miliknya sendiri.
Namun, di sisi lain, ada pula yang hanya hadir sekadarnya. Mengajar tanpa gairah, absen tanpa tanggung jawab, bahkan kadang melangkah tanpa arah. Ada yang datang hanya untuk menggugurkan kewajiban, tanpa pernah benar-benar merasa memiliki. Kita bertanya-tanya dalam hati: "Mengapa bisa begitu? Mengapa di tengah barisan pejuang, masih ada yang setengah hati?"
Tapi jangan cepat berprasangka. Sebab INISMA adalah rumah besar bagi jiwa-jiwa yang masih dalam proses. Tak semua telah sampai pada pemahaman bahwa mengajar di kampus Islam adalah ibadah. Bahwa setiap aktivitas di lembaga ini bisa menjadi bekal akhirat. Bahwa INISMA bukan sekadar tempat mencari nafkah, melainkan ladang perjuangan untuk mencetak generasi berakhlak dan berilmu.
Kadang yang mereka butuhkan bukan amarah, tapi doa. Bukan cemoohan, tapi pelukan kasih. Mungkin mereka belum tersentuh cinta. Mungkin belum tergugah oleh keteladanan. Dan mungkin mereka masih menunggu sentuhan ruhani dari kita—yang lebih dulu paham, lebih dulu sadar.
Maka jangan lelah menjadi “angin” yang meskipun tak terlihat, tetap mendorong layar agar kapal INISMA terus melaju. Karena kampus ini sedang berlayar menuju cita-cita besar: menjadi pusat keilmuan Islam yang unggul, adaptif, dan membumi.
Dalam satu kapal bernama INISMA, memang selalu ada yang giat mendayung, ada yang hanya duduk diam, bahkan ada pula yang—tanpa sadar—melubangi dinding kapal dengan sikap acuh. Tapi tugas kita menyadarkan mereka, memberikan kesempatan jika memang dirasa masih bisa dirangkul. Tugas kita juga mengingatkan, bahwa jika kapal ini tenggelam, maka semua akan ikut karam.
Jika INISMA adalah sebuah sumur yang akan dibutuhkan airnya, maka mari sama-sama menjaga dan merawatnya, agar kualitas airnya makin mantap dan menyehatkan.
Untuk semua orang di kapal besar ini, siapapun itu. Mari terus jaga semangat kolektif di INISMA. Tetaplah menjadi teladan. Tetaplah menebar cinta. Tetaplah bekerja dengan niat lillah. Sebab kita bukan sekadar mengajar, tetapi sedang ikut membangun peradaban. Dan sungguh, amal terbaik adalah amal yang dilakukan dengan kesungguhan, bersama-sama, dan dengan niat yang lurus.
Karena INISMA bukan hanya tempat kita bekerja, tapi medan jihad kita untuk ummat dan masa depan.
Selamat belajar dan berproses untuk seluruh peserta Workshop dan Pelatihan Dosen 2025!
Terimakasih telah menyadarkan ust, insyaallah tidak setengah hati lagi, mohon maaf karena msih terlihat seakan-akan hanya menggugurkan kewajiban saja
Mantap pak ketum, smua bisa d rasakan khusnya yg sdang mengabdi d INISMA Jambi. Intiny berproses itu tidak mudah, namun tetap jalani dengan konsisten, insyaallah akan terlihat dn bisa dirasakan jawabanny. Smngat dalm berproses adalah modal kita.
Tinggalkan Komentar