Di era digital saat ini, parenting sering kali terjebak dalam pusaran hal-hal superfisial. Kita sibuk mengejar gadget terbaru untuk anak, membelikan mainan edukatif mahal, atau mengusahakan masuk sekolah unggulan. Namun, di tengah segala hiruk pikuk itu, kita perlu berhenti sejenak dan bertanya: apakah semua itu benar-benar membentuk jiwa dan karakter anak kita?
Al-Qur’an memperkenalkan kita pada satu sosok luar biasa yang tak bergelar nabi, tak berkuasa sebagai raja, tak memimpin pasukan sebagai jenderal, namun namanya diabadikan dalam firman Tuhan: Luqmanul Hakim. Berikut ulasan tim utsmaniyah.or.id (media resmi Rabithah Utsmaniyah Nusantara) yang disadur dari berbagai sumber untuk anda.
Siapakah Luqmanul Hakim?
Menurut banyak riwayat, Luqman hidup pada masa Nabi Dawud. Ia bukan nabi, tetapi seorang hamba Allah yang saleh, bijak, dan dikenal karena akhlaknya. Ada yang mengatakan ia berasal dari Nubia atau Sudan. Profesi hidupnya sederhana: tukang kayu, penjahit, bahkan penggembala. Ia tidak tampan bersinar, tidak tinggi menjulang, tetapi ucapannya penuh ketenangan dan pikirannya tajam membelah persoalan.
Satu hal yang menjadikan namanya harum sepanjang zaman adalah: ia tahu betul cara membangun anak, bukan hanya membesarkannya.
Dialog Keemasan Ayah dan Anak
Allah mengabadikan percakapan antara Luqman dan anaknya dalam Surah Luqman ayat 12–19. Percakapan ini menjadi cetak biru (blueprint) parenting Islami yang sangat relevan sampai hari ini. Mari kita bedah hikmahnya satu per satu:
1. Tanamkan Tauhid Sejak Dini
Luqman berkata:
"Wahai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah. Sesungguhnya syirik adalah kezaliman yang besar."
Ini bukan tentang nilai rapor atau ranking. Tauhid adalah akar iman dan pondasi spiritual yang akan menopang anak ketika badai zaman datang. Jika akar itu kuat, pohon kehidupan akan tetap tegak meski diterpa angin.
2. Ajarkan Syukur dan Hormat pada Orang Tua
Setelah mengajarkan tauhid, Luqman mengajarkan syukur dan bakti:
"Bersyukurlah kepada Allah dan kepada kedua orang tuamu..."
Di zaman modern ini, kita sering terfokus pada akademik, les, atau pencapaian anak. Namun Luqman memulainya dari akar karakter: syukur, hormat, tanggung jawab spiritual.
3. Bangun Kesadaran Individu
Luqman berkata:
"Sekecil apa pun amalmu, Allah tahu."
Ini pelajaran integritas. Bahwa yang penting bukan siapa yang melihat, tapi kepada siapa kita mempertanggungjawabkan. Ini membentuk self-control dan kesadaran moral sejak dini.
4. Teguhkan Spirit Ibadah dan Amar Ma’ruf
Luqman berkata:
"Wahai anakku, dirikanlah salat, suruhlah pada kebaikan, dan cegahlah dari kemungkaran."
Ia tak hanya menyuruh, tapi membimbing. Ia tidak membiarkan anak tumbuh menjadi pribadi egois, tapi peduli sosial. Inilah pendidikan yang membentuk manusia rahmatan lil ‘alamin.
5. Siapkan Mental Tangguh dan Rendah Hati
Luqman mengingatkan:
"Bersabarlah atas apa yang menimpamu... dan jangan berjalan dengan sombong di muka bumi."
Ia tidak hanya mengajarkan kebahagiaan, tapi juga ketegaran. Ia mengajarkan rendah hati, bukan hanya percaya diri. Ini penting di masa kini yang serba cepat, penuh eksposur, namun minim refleksi.
Refleksi untuk Orang Tua Zaman Sekarang
Luqman tak hanya menyampaikan nasihat lewat kata-kata. Ia menghidupkan nasihat itu dalam perilaku. Ia hadir — secara fisik, emosional, dan spiritual — dalam kehidupan anaknya. Ia sabar, namun tegas. Lembut, namun jelas.
Maka, mari kita bertanya pada diri sendiri:
Sudahkah kita hadir utuh untuk anak kita?
Sudahkah kita bicara tentang tauhid, atau hanya mengejar hafalan dan nilai?
Apakah kita seperti Luqman, atau hanya jadi penonton dalam kehidupan anak?
Kisah Luqman mengingatkan kita bahwa rumah adalah madrasah pertama, dan ayah yang bijak adalah pondasi generasi kuat. Satu nasihat yang tulus dari seorang ayah bisa hidup lebih lama dari usia kita sendiri.
Penutup
Semoga kita semua bisa belajar dari kebijaksanaan Luqmanul Hakim. Bukan hanya sebagai cerita masa lalu, tapi sebagai cermin untuk membentuk masa depan anak-anak kita. Di tengah hiruk-pikuk zaman yang makin cepat dan asing, kita butuh kembali ke nilai-nilai yang menumbuhkan: iman, kasih, dan akhlak.
“Satu nasihat yang tulus bisa lebih lama hidup daripada usia pemberinya.”
Tinggalkan Komentar