Alhamdulillah, mulai tahun 2025 ini insya Allah akan berdiri Madrasah Aliyah Cendekia (MAC) Utsmaniyah di Jambi. Logo Madrasah Aliyah Cendekia (MAC) adalah konsep Madrasah dengan perpaduan kurikulum Nasional dan Internasional berbasis Boarding School (berasrama). Info lebih lanjut kontak: 0811 531 300 atau 0811 841 200. Logo Madrasah Aliyah Cendekia (MAC) Utsmaniyah Jambi gandeng MAN Insan Cendekia Jambi untuk kerjasama dalam hal mutu dan tata kelola. Logo Breaking News! INISMA Jambi buka Pendaftaran Mahasiswa baru jalur BEASISWA KIP KULIAH. Waktu dan kuota terbatas! Segera hubungi admin INISMA di 0811 7494 600. Logo

Pondok Pesantren Modern Tidak Sesuai Islam?

18 Oktober 2025
Nadirsyah Hosein
78 kali dibaca
Pondok Pesantren Modern Tidak Sesuai Islam?

Masih ada pandangan keliru yang terus berulang: bahwa Islam hanya bisa “modern” kalau dibuat sekuler. Bahwa agama harus dipinggirkan supaya sains bisa berkembang. Pandangan seperti ini mungkin cocok di Eropa abad ke-18, tapi tidak relevan bagi Islam. Sejarawan Marshall Hodgson dalam The Venture of Islam menulis bahwa peradaban Islam justru melahirkan sains karena keyakinan spiritualnya. Iman bukan penghalang bagi akal, tapi justru bahan bakarnya.

Hal ini juga ditekankan Nurcholish Madjid dalam bukunya Islam, Kemodernan dan Keindonesiaan (1992):

“Modernisasi adalah rasionalisasi, bukan sekularisasi. Modernisasi dalam Islam berarti pembebasan dari kebodohan dan kejumudan, bukan pembebasan dari Tuhan.”

Kalimat itu seperti tamparan halus bagi dua kutub ekstrem: yang alergi pada modernitas, dan yang mabuk modernitas tapi lupa iman.

Kita sering mendengar komentar seperti, “Modernisme itu kan sekuler. Mana bisa cocok dengan Islam?” atau “Pesantren itu tradisional, ketinggalan zaman.” Bahkan ada yang berpikir bahwa kalau seorang santri bicara soal demokrasi, HAM, atau berpikir kritis, pasti dia “liberal.” Sebaliknya, kalau dia menjaga tradisi, pakai sarung, dan hidup sederhana, dicap “kolot.” Dua-duanya salah paham — karena keduanya lahir dari cara pandang yang gagal memahami apa itu modernitas, dan apa itu ruh pesantren.

Pesantren berada di jalur tengah. Ia mendidik manusia agar cerdas tanpa congkak, beriman tanpa beku. Santri belajar berpikir kritis, tapi tahu kapan harus menunduk hormat kepada gurunya. Santri belajar bahasa asing, tapi tak kehilangan bahasa doa. Mereka bukan anti-modern, hanya saja mereka tahu bahwa kemajuan tanpa values itu ‘kesesatan’ yang canggih.

Sudah banyak santri yang menjadi prof di kampus terkemuka di dunia. Banyak santri yang gak hanya bisa baca kitab kuning tapi mereka juga fasih menjelaskan teori dan kajIan bidangnya seperti antropologi, demokrasi, rule of law, fisika kuantum dan lainnya.

Para santri bisa pakai sarung, bisa juga pakai jas. Bisa dengerin Umi Kulsum, tapi juga Adele. Cium tangan ke Kiai, tapi juga tampil di seminar Internasional. Biasa aja .

Kategori: Opini
Tinggalkan Komentar
Komentar berhasil dikirim!
Komentar Pengunjung