Alhamdulillah, mulai tahun 2025 ini insya Allah akan berdiri Madrasah Aliyah Cendekia (MAC) Utsmaniyah di Jambi. Logo Madrasah Aliyah Cendekia (MAC) adalah konsep Madrasah dengan perpaduan kurikulum Nasional dan Internasional berbasis Boarding School (berasrama). Info lebih lanjut kontak: 0811 531 300 atau 0811 841 200. Logo Madrasah Aliyah Cendekia (MAC) Utsmaniyah Jambi gandeng MAN Insan Cendekia Jambi untuk kerjasama dalam hal mutu dan tata kelola. Logo

Santri Ngaji Digital: Teknologi untuk Dakwah, Bukan untuk Judi

11 April 2025
Fajri Al Mughni
203 kali dibaca
Santri Ngaji Digital: Teknologi untuk Dakwah, Bukan untuk Judi

Muncul kabar tak sedap, Provinsi Jambi masuk dalam daftar kasus judi online tertinggi di Indonesia. Lalu, bagaimana kita harus merespon berita ini? Bilang waw begitu? Tertawa, salah. Marah, tak elok. Dibiarkan, menjadi beban. Mau protes, tapi ke siapa? Judi bukan perkara baru, ia hanya “mempercantik diri”. Judi berkata; “umur boleh tua, tapi penampilan tetap muda.” Dengan begitu, ia bisa membaur dengan semua umur. Mulai dari anak Sekolah Dasar hingga orang-orang yang memiliki gelar. Dahsyat.

Abad ini, judi masuk lewat pintu bernama digital. Pintu yang menandakan kemajuan zaman. Ironisnya, kemajuan digital yang semestinya menjadi peluang untuk peningkatan literasi dan ekonomi, justru menjadi celah bagi kejahatan digital yang menyasar semua kalangan, lintas generasi.

Namun di balik tantangan tersebut, muncul secercah harapan dari kelompok yang sering kali dianggap "tradisional", bernama santri. Ketika masa perjuangan melawan penjajah, para santri tidak hanya dituntut untuk menjadi alim, tapi juga harus mampu kokang sejata dan turun ke medan perang. Namun sekarang dunia telah mengalami perubahan yang sangat berbeda, perangnya bukan lagi angkat senjata, tapi harus mampu menguasai media, terutama media digital berbasis internet. Melalui internet, perkembangan dan perubahan dunia berlari kencang, terus berlanjut meninggalkan siapa saja yang berlari maraton apalagi yang jalan santai.

Peluang inilah yang wajib dimanfaatkan oleh para santri sebagai media informasi dan penyebaran dakwah terutama kepada kaum milenial. Melalui media digital berbasis internet, santri bisa menebar ilmu-ilmu yang diajarkan dalam pesantren. Hampir semua orang memiliki smart phone yang bisa mengakses semua bacaan, termasuk tentang agama, sosial bahkan belajar berbagai disiplin ilmu lainnya. Santri wajib dilibatkan melawan judi. Cara mengukurnya mudah, cek saja adakah santri yang bermain judi online? Tidak ada. Penggunaan handphone di pesantren dibatasi, bahkan beberapa pesantren mengharamkan menggunakannya.

Meski laju perkembangan media digital melesat kencang, media cetak seperti karya tulis, majalah, buku bacaan dan media cetak lainnya, harus tetap dilestarikan. Santri wajib belajar menulis dan berkarya. Apa pun bentuk dan jenis karya tulisnya. Meski begitu, hasil karya cetak itu tetap saja harus didigitalkan.

Banyak orang alim di media digital berbasis internet. Sebutlah media sosial seperti Facebook, Instagram, Twitter, TikTok dan lainnya. Namun konten alim yang mereka posting terkadang tidak berdasar. Maksudnya mungkin baik, dengan tujuan berdakwah dan mengajak kepada kebaikan. Namun dalam berdakwah ada metodenya, “manhaj ad-dakwah”. Di mana bisa belajar metode dakwah? Ya di pesantren. Pesantren betulan, bukan pesantren kilat.

K.H. Zaki Mubarok mengatakan dalam nu.or.id, setidaknya ada beberapa tingkatan yang dikuasai sebelum memulai berdakwah, termasuk berdakwah dalam dunia digital. Pertama, harus dengan kalimat yang ringan, ringkas, singkat namun berisi. Kalimat ini disebut dengan “Qoulan Maysura”. Kedua, kalimat yang tegas serta jujur. Dalam kaidah Arabnya dikenal dengan “Qoulan Syadiida”. Ketiga, perkataan atau kalimat yang santun, lemah lembut dan mengayomi. Agar para pendengar tergerak hatinya, timbul rasa simpati dan empati. Dalam Bahasa Arab dikenal dengan “Qoulan Layyina”. Keempat, perkataan yang bermutu namun disampaikan dengan cara yang baik serta disesuaikan dengan objek dakwahnya dan mempertimbangkan kearifan lokal setempat. Metode ini dikenal dengan “Qoulan Ma’rufa”. Kelima, kalimat atau perkataan yang mengena sampai ke lubuk hati pendengar. Atau “Qoulan Baligha”. Yang terakhir, keenam, perkataan yang mulia, tidak ada unsur menyakiti hati para pendengar, tidak bermuatan SARA, dan tidak mencaci. (Qoulan Kariima).

Tidak hanya metodenya yang harus benar dan sesuai, tapi metode dalam menggunakan dalil-dalil juga harus dipahami secara baik dan benar. Baik itu dalil ‘aqli (logika) maupun dalil naqli (nash).

Santri di pesantren telah dibekali dengan ilmu-ilmu seperti itu. Dalil logika, santri telah belajar Ilmu Mantiq, Ushul Fiqh dan perangkat ilmu lainnya. Dalil naqli, para santri dituntut untuk hafal nash-nash Al-Quran dan Hadits yang dilengkapi dengan Ilmu Ulumul Quran dan Ulumul Haditsnya. Dan satu ilmu yang tidak kalah penting yang wajib dikuasai dalam mendakwahkan Islam adalah Bahasa Arab. Maka santri telah memenuhi semua kriteria untuk bisa disebut sebagai “mubaligh”.

Hanya saja, pada abad sekarang, mubaligh harus mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan dan kemajuan zaman. Dakwahnya dituntut untuk bisa menguasai semua lini pembaharuan dunia. Hari ini, media digital berbasis internet adalah pembaharuan harga mati yang wajib dipelajari dan dikuasai dengan baik.

Dengan begitu, masih mau menomor-duakan santri dan pesantren? Sungguh terlalu.

Kategori: Opini
Tinggalkan Komentar
Komentar berhasil dikirim!
Komentar Pengunjung