Dalam kehidupan ini, tak sedikit orang yang akan menyarankanmu untuk merendahkan cahayamu—bukan karena kamu salah, tapi karena mereka belum siap untuk terangmu. Kalimat ini bukan sekadar sindiran, melainkan tamparan realitas yang sering kita jumpai di dunia kerja, dunia sosial, bahkan dalam lingkup keluarga sekalipun.
Ketika seseorang mulai menunjukkan potensi terbaiknya—semangat berkarya, berpikir inovatif, bekerja melampaui ekspektasi—yang ia harapkan mungkin adalah dukungan atau apresiasi. Namun yang ia temui justru tatapan sinis, gumaman di belakang, dan perlahan-lahan, pengasingan sosial.
Mengapa bisa begitu?
Karena cahaya, sekecil apapun, mengganggu mereka yang telah lama nyaman dalam gelap. Bukan karena terang itu jahat, tetapi karena ia mengungkap hal-hal yang selama ini tersembunyi: kelalaian, kemalasan, kebiasaan buruk, dan budaya kerja yang stagnan. Cahaya itu membuat mereka harus menilai ulang diri mereka sendiri—dan itu bukan hal yang mudah atau menyenangkan.
Namun, apakah itu berarti kita harus meredup? Haruskah kita menyembunyikan potensi agar tidak menyakiti ego orang lain?
Tidak.
Karena menjadi terang adalah bagian dari tanggung jawab. Jika Allah memberi kita kemampuan, ilmu, semangat, atau bahkan mimpi besar, itu bukan untuk dipendam. Itu adalah amanah yang harus dijalankan, meski berarti berjalan sendirian, meski harus dicemooh oleh mereka yang tak mengerti.
Dalam Al-Qur’an, Allah menyebut bahwa orang beriman itu seperti pelita di dalam kaca, dan kaca itu bagaikan bintang yang bersinar terang (QS. An-Nur: 35). Terang itu bukan sekadar simbol kelebihan, tapi juga jalan petunjuk. Maka siapa pun yang diberi cahaya oleh Allah, hendaknya tidak menyia-nyiakan anugerah itu hanya karena takut mengganggu mereka yang terbiasa dalam kegelapan.
Biarlah kamu disalahpahami. Biarlah mereka merasa terganggu. Karena kadang, gangguan itu justru yang mereka butuhkan untuk bangun.
Dan bila tak juga mereka mau membuka mata, tetaplah melangkah. Karena tugasmu bukan memaksa mereka melihat, tapi memastikan bahwa kamu tidak pernah memadamkan cahaya yang telah Allah titipkan padamu.
Akhir kata: Jangan pernah meminta maaf karena kamu bersinar. Minta maaflah kalau kamu memilih untuk redup hanya karena takut tidak diterima.
Jumat Mubarak!
Tinggalkan Komentar