Alhamdulillah, mulai tahun 2025 ini insya Allah akan berdiri Madrasah Aliyah Cendekia (MAC) Utsmaniyah di Jambi. Logo Madrasah Aliyah Cendekia (MAC) adalah konsep Madrasah dengan perpaduan kurikulum Nasional dan Internasional berbasis Boarding School (berasrama). Info lebih lanjut kontak: 0811 531 300 atau 0811 841 200. Logo Madrasah Aliyah Cendekia (MAC) Utsmaniyah Jambi gandeng MAN Insan Cendekia Jambi untuk kerjasama dalam hal mutu dan tata kelola. Logo

Budaya Ilmu dan Identitas Melayu

10 April 2025
Dr. Usman El-Quraisy
56 kali dibaca
Budaya Ilmu dan Identitas Melayu

Budaya ilmu ialah mewujudkan suatu keadaan masyrakat yang melibatkan diri secara langsung atau tidak langsung dengan kegiatan-kegiatan keilmuan pada setiap kesempatan. Dan keadaan di mana segala tindakan manusia baik pada tahap individu atau masyarakat, ditentukan dan diputuskan berdasarkan ilmu pengetahuan.(Prof. Wan Mohd Nor : 1988)

Menurut Prof. Wan, pembinaan budaya ilmu yang bersepadu dan jitu merupakan prasyarat awal dan terpenting bagi kejayaan, kekuatan, dan kebahagiaan seseorang atau bangsa. Walau bagaimanapun, besarnya suatu bangsa tentu tidak bisa mempertahankan miliknya atau mengembangkannya tanpa didasari oleh budaya ilmu yang baik. Bahkan, sejarah telah membuktikan bahwa bangsa yang besar sekalipun yang tidak ditunjang oleh budaya ilmu yang baik justeru akan mudah dikalahkan dan ditaklukkan oleh budaya-budaya dari tamaddun lain.

Budaya ilmu dalam masyarakat bercirikan, yaitu tidak menyukai kejahilan dan tidak anti ilmu. Diri dan masyarakat yang berbudaya ilmu akan senantiasa menolak  dan membenci pandangan-pandangan serta amalan yang tidak didasari oleh ilmu pengetahuan. Dengan budaya ilmu, tindak-tanduk manusia, baik di tingkat pribadi maupun masyarakat umumnya, bertitik tolak daripada ilmu, bukan hawa nafsu atau kepentingan sempit pribadi, kelompok atau golongan.

Prof. Zainiy Uthmān (2012) juga turut menjelaskan bahwa budaya ilmu yang dimaksudkan bukanlah semata-mata ilmu untuk ilmuan dan juga bukanlah budaya yang bertumpukan pada kerja-kerja ilmiah yang berkaitan dengan kajian saintifik ahli sains. Budaya ilmu yang dimaksud adalah penghayatan terhadap ilmu dan segala yang terkait dengannya sehingga lahirlah masyarakat berbudaya ilmu, yaitu masyarakat yang cinta akan kebenaran dan mengasaskan pemikiran dan tindakan pribadi dan masyarakat kepada ilmu yang teguh, yakni keyakinan yang terpancar dari kebenaran. Oleh kerana ilmu yang berdasarkan keyakinan yang bersumberkan kebenaran akan dapat membebaskan diri dan masyarakat dari cengkraman kejahilan. Kekeliruan ilmu adalah puncak dari masalah pribadi dan masyarakat.

Dalam karyanya yang lain Prof.Wan (2011) mengingatkan bahwa bangsa Melayu mestilah menyadari dan memahami bahwa untuk mencapai kemajuan ekonomi, teknologi, kesejahteraan pribadi dan sosial serta kebahagiaan dasar, diperlukan penyuburan budaya ilmu yang segar. Budaya ilmu yang harus ditumbuhkembangkan ialah bukan sekadar kecintaan dan penguasaan berbagai bidang ilmu dan kemahiran; tapi tugas yang bermanfaat bagi kemajuan diri, bangsa, negara, dan dunia, baik yang berjangka pendek atau panjang. Dalam era globalisasi seperti sekarang ini, tidak semua informasi dan pengetahuan akan memberi manfaat bagi diri dan masyarakat. Malah fenomena ledakan informasi ini, apabila tidak dikawal dengan baik, bisa juga menimbulkan kekeliruan dan kesengsaraan. Justeru itu, pemahaman dan pelaksanaan ilmu fardhu ‘ain dan fardhu kifayah yang dinamis perlu diajarkan dan disebarkan. Ilmu fardhu ‘ain yang dinamis bukan berhenti kepada kemahiran dan asas agama yang bisa dikuasai pada akhir pendidikan, tetapi akan berkembang dan mendalam mengikuti peranan seseorang, terutama yang berkaitan dengan ketuhanan, akhlāk dan adab yang tinggi.

Tak diragukan lagi, untuk meneguhkan identitas Melayu (Islām) mesti dilanjutkan dengan pengembangan budaya ilmu. Hal ini sangat relevan dengan perkembangan zaman yang semakin penuh tantangan yang menuntut masyarakat Melayu di berbagai kawasan Nusantara, termasuk di Jambi, untuk mampu bersaing dalam segala bidang. Semua itu untuk mempertahankan jati diri dan identitas Melayu agar tidak pudar ditelan masa. Tentunya, masyarakat Melayu harus membuktikan bahwa identitas keislāman telah dapat membawa tamaddun Melayu ke arah kemajuan dan kecemerlangan.

Prof. al-Attas telah membahas tentang berbagai tantangan ini ketika membicarakan perihal perubahan, pembangunan dan kemajuan. Menurut beliau, zaman masa kini adalah zaman yang amat genting dengan peristiwa pergolakan dalam pemikiran dan agama. Pergolakan tersebut diselundupkan masuk ke dalam pemikiran dan kepercayaan orang Islām oleh sarjana-sarjana modernis yang dari kalangan Islām sendiri yang telah keliru, termasuk golongan terpelajar dan lain sebagainya.

Melihat itu, Prof. Zainiy mengemukan sebuah solusi. Menurutnya, untuk mengokohkan peradaban Melayu agar terbilang dan berjaya, maka salah satunya yang terpenting adalah mempertahankan bahasa Melayu. Sebab, bahasa merupakan perantara yang memindahkan makna-makna dalam diri Insān. Bangsa Melayu harus mengembalikan bahasa Melayu sebagai bahasa Ilmu dan sains. Dan jangan sampai bahasa Melayu dirusak oleh bahasa-bahasa modern yang dengan alasan untuk meperkayakan dan memodernkan terkadang bertentangan dengan ‘Aqidah.

Akhirnya, hal yang perlu direnungkan adalah bahwa Islām tidak datang ke Tanah Melayu  untuk melakukan invasi apalagi kolonialisasi. Kolonialisasi atau eksploitasi bukan karakter Muslim dan peradaban Islām. Muslim tidak memboyong kekayaan Melayu atau kawasan lainnya ke jazirah Arab. Konsepnya adalah hijrah. Berpindah, hidup, berkarya, dan memakmurkan kawasan yang dituju lahir-batin. Istilah yang digunakan al-Qur’an bukan penaklukan, tapi pembukaan atau kemenangan (al-Fath), seperti fathu Makkah, fathu Andalus, fathu Misra, dan sebagainya. Membuka, membebaskan, menyelamatkan atau mengislamkan. Begitulah, Islām datang membawa pandangan hidup yang mencerahkan, ‘aqidah yang mencerdaskan, shari’ah yang membebaskan dan ritual keagamaan yang memudahkan.(Hamid Fahmi Z: 2012)

Oleh karena datang membebaskan, maka Islām telah berhasil menjadi pandangan hidup masyarakat Melayu. Itu artinya bahwa Islām telah dijadikan pilihan untuk menjadi identitas masyarakat Melayu. Bagi sebagian orang yang tidak sepakat dalam hal ini, mungkin mereka tidak memahami siasat yang dilakukan oleh Barat sampai hari ini untuk menjauhkan umat Islām dari agamanya, sehingga sejarah diputarbalikan, minimal upaya itu untuk membuat masyarakat Melayu ragu dan bimbang dengan jati diri Melayu itu sendiri. 

Menjadikan Islām sebagai identitas Melayu bukanlah perkara agama mana yang telah dulu datang ke tanah Melayu, tapi ini menyangkut perkara Agama mana yang telah berhasil mengubah pandangan hidup Masyarakat Melayu sehingga diakui sebagai identitas.

Kategori: Opini
Tinggalkan Komentar
Komentar berhasil dikirim!
Komentar Pengunjung