Suatu pagi, saya berbincang dengan seorang ibu rumah tangga yang menjalankan usaha keripik singkong rumahan. Dulu sebelum maraknya toko online, orderannya membludak. Kini, ia harus banting harga untuk sekadar mempertahankan pelanggan. Cerita ini bukan satu-satunya. Di balik geliat UMKM yang sering digembar-gemborkan, ada kenyataan pahit yang luput dari sorotan.
UMKM menyumbang lebih dari 60% Produk Domestik Bruto (PDB) dan menyerap sekitar 97% tenaga kerja di Indonesia (Kemenkop UKM, 2024). Namun, sebagian besar pelaku UMKM masih berjuang di zona bertahan hidup.
Tantangan utama yang dihadapi UMKM saat ini antara lain:
Selama ini, banyak program bantuan untuk UMKM bersifat jangka pendek—bazar murah, pelatihan singkat, hingga bansos sekali transfer. Tapi apakah itu cukup?
Jawabannya: tidak.
UMKM butuh lebih dari sekadar "pancing". Mereka butuh diajari cara "memancing", mengenali pasar, membangun merek, dan menjalin kemitraan strategis.
Beberapa langkah strategis yang perlu dilakukan:
Kebangkitan UMKM adalah proyek besar yang tidak bisa dilakukan sendirian. Sebagai jurnalis, media, maupun content creator, kita punya peran penting dalam:
UMKM tidak butuh dikasihani. Mereka hanya butuh dibukakan jalan.
-----------------
Jefri Taufik adalah praktisi marketing independen yang fokus pada transformasi bisnis konvensional ke era digital. Antusias dan aktif menulis opini dan strategi pemasaran berbasis data dan perilaku konsumen digital.
Tinggalkan Komentar